TELUK KUANTAN | DETAKKita.com — Aam Herbi SH MH mendampingi kliennya Sri Mastuti binti Rivai (56) saat mengikuti sidang dengan agenda saksi dari tergugat di Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan, pada Kamis (06/03/2025).
Dimana kliennya tersebut, merupakan tergugat 1 dalam sengketa jual beli sebidang tanah di Desa Kompe Berangin Kecamatan Cerenti Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau.
Kasus kali ini terbilang lucu, dimana Sri Mastuti binti Rivai yang jelas-jelas memegang Sertifikat SHM Tanah dengan tahun terbit lebih dulu, kini malah jadi tergugat oleh Nur Asni (53) yang hanya memiliki kekuatan hukum, yakni surat SKGR yang baru saja diterbitkan oleh Kepala Desa (Kades) Kompe Berangin, Nur Aisyah.
Dari sisi umur dan payung hukum penerbitan surat sebagai syarat legalitas administrasi kepemilikan atas sebidang tanah, sudah terlihat jelas secara sah adalah pemegang Sertifikat SHM Tanah, dimana sertifikat ini juga lebih duluan lahir dari pada SKGR terbitan Kepala Desa (Kades) Kompe Berangin Cerenti tersebut.
Bahkan, kata Aam Herbi, yang merasa sangat dirugikan atas kasus ini tentunya kliennya, Sri Mastuti binti Rivai selaku pemilik tanah dengan bukti kepemilikan Sertifikat SHM Tanah, dan itu diterbitkan oleh kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) sebelum pemekaran Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau.
Sebagaimana diberitakan beberapa media sebelumnya, kasus ini berawal dari sebidang tanah milik Sri Mastuti binti Rivai (Alm) diperjualbelikan tanpa sepengetahuan ahli waris pemilik tanah oleh orang lain yang bukan ahli waris seharusnya, tentunya dalam hal ini diduga merupakan suatu tindakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) secara nyata.
Awalnya, Sri Mastuti binti Rivai yang ketika itu juga didampingi Kuasa Hukum (PH) nya, Aam Herbi SH MH melaporkan penyerobotan tanah, pada 30 Juli 2024 Sri Mastuti telah membuat laporan ke Polres Kuansing, dengan nomor STPL /85/VII/2024/SPKT/polres kuantan singingi.
Sri Mastuti merasa dirugikan atas penyerobotan tanah milik orang tuanya Alm Rivai, di Desa Kompe Berangin Kecamatan Cerenti Kabupaten Kuantan Singingi. Dimana tanah tersebut sudah berkekuatan Sertifikat SHM Tanah, dengan nama pemilik tanah tersebut Alm Rivai ayah kandung Sri Mastuti dengan nomor Sertifikat SHM, No. 41, SU No 1641/1982 tanggal 28/01/1982.
Adapun yang terlapor penyerobotan tanah kala itu, yakni Asmara yang mengaku telah membeli kepada Aidil Fitri, lahan tersebut dijual kepada Asmara dengan menggunakan surat SKGR yang diterbitkan oleh kantor Desa Kompe Berangin dan di tanda tangani oleh Kepala Desa Kompe Berangin, Nur Aisyah.
Masih dalam pemberitaan sebelumnya, pada 6 Agustus 2024 silam. Kepala Desa Kompe Berangin, Nur Aisyah mengatakan beliau tidak mengetahui tentang kepemilikan sah tanah tersebut.
Nur Aisyah ketika itu juga mengatakan, sepengetahuannya selama ini tanah tersebut dikelola oleh Aidil Fitri. “Saya taunya selama ini punya Fitri (Aidil Fitri), dan saat dia minta buat SKGR ya saya buatkan, dan saya tidak tahu kalau sudah ada sertifikat SHM atas nama Rivai,” jelasnya ketika itu.
Kemudian, sambungnya, Asmara dengan mengantongi SKGR tersebut telah menguasai dan membangun diatas tanah milik Alm Rivai, yang merupakan orang tua kandung dari Sri Mastuti sebagai tempat usaha peron sawit, ujarnya.
Sementara itu, Aam Herbi SH MH yang merupakan pentolan Kantor Hukum Aam Herbi and Patners yang beralamat di Kelurahan Sungai Jering Teluk Kuantan itu menjelaskan, bahwa pihaknya selaku Kuasa Hukum Sri Mastuti sudah melakukan upaya persuasif terhadap kasus ini.
“Klien kami telah melakukan somasi kepada saudara Asmara, namun tidak di indahkan, bahkan klien kami juga berusaha secara persuasif menemui Asmara dan Fitri namun malah ditantang silahkan lapor polisi,” beber Aam Herbi.
Selain itu, Aam Herbi juga menyampaikan, bahwa tanah objek sengketa tersebut dulu juga pernah digugat oleh Aidil Fitri cs dan sudah ada putusan incracht dari Mahkamah Agung No. 255 K/Pdt/2005, isi putusan menguatkan kepemilikan SHM milik kliennya tersebut.
“Berdasarkan putusan yang sudah incracht dari Mahkamah Agung No. 255 K/Pdt/2005, isi putusan menguatkan kepemilikan SHM milik Alm Rivai orang tua pelapor kala itu, namun saat ini malah dijual oleh pihak yang kalah dalam gugatan, perbuatan Fitri dan Asmara diduga kuat telah melanggar pasal 167 Jo 385 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara adapun keterlibatan Kades Kompe Berangin menerbitkan SKGR di atas SHM milik orang lain adalah Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana rumusan pasal 424 KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara,” tegasnya.
Menurut Aam Herbi, untuk pidananya masih proses di Polres Kuansing. Sementara kliennya (Sri Mastuti) digugat perdata PMH di PN Teluk Kuantan oleh Nur Asni.
Dimana Kemarin, sambungnya, merupakan sidang agenda saksi dari tergugat (kliennya, Sri Mastuti). Jadi, ada 2 perkara yang sedang jalan (saat ini), ujarnya.
“Kita di Polres Kuansing yang melaporkan Pidana Asmara atau Nur Asni terkait penyerobotan lahan milik klien kami Sri Mastuti. Sedangkan di PN Teluk Kuantan klien kita yang di gugat Perdata PMH oleh Nur asni,” jelas Aam Herbi.
Dimana seharusnya, objek yang pernah digugat itu tidak boleh digugat lagi, disini tentu lucu terkesan lucu, dan patut dipertanyakan kepada yang bersangkutan tersebut.
Dikatakan Aam Herbi, bahwa gugatan penggugat atau tergugat rekonvensi adalah ne bis in idem sesuai dengan ketentuan pasal 1917 KUHPerdata “apabila putusan yang dijatuhkan pengadilan bersifat positif (menolak untuk mengabulkan), kemudian putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, maka dalam putusan melekat ne bis in idem”, terhadap kasus dan pihak yang sama tidak boleh diajukan untuk kedua kalinya.
“Itu ada dalam buku Hukum acara perdata, M Yahya Harahap SH, halaman 42,” tegas Aam Herbi, yang terbilang merupakan spesialis Kuasa Hukum penyelesaian Sengketa Tanah itu kepada DETAKKita.com di Teluk Kuantan, pada Kamis sore.
Sementara, lanjut Aam Herbi, pelaksanaan ne bis in idem juga ditegaskan dalam Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2002 tentang penanganan perkara yang berkaitan Dengan Asas Ne Bis In Idem, sebagaimana dalam surat edaran tersebut Ketua Mahkamah Agung pada waktu itu, Bagir Manan, menghimbau para Ketua Pengadilan untuk dapat melaksanakan asas ne bis in idem dengan baik demi kepastian hukum bagi pencari keadilan dengan menghindari adanya putusan yang berbeda.
“Asas ne bis in idem dalam hukum perdata, diterapkan untuk menghindari agar perkara yang sama tidak diperiksa atau diadili lebih dari sekali, diterapkan untuk menjaga kepastian hukum. Syarat syarat berlakunya asas ne bis in idem dalam perkara perdata adalah Perkara tidak dapat kembali diadili apabila terdapat kesamaan dasar, para pihak, dan hubungan hukum. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Subjek yang menjadi pihak sama, Objek perkara sama,” tegasnya memperjelas.
Sekedar untuk diketahui, Perbuatan Melawan Hukum atau PMH diatur dalam hukum perdata dan dalam konteks tersebut dikenal dengan istilah onrechtmatige daad.
Dimana ciri-ciri PMH, melanggar hukum, menyebabkan kerugian kepada orang lain, pelaku wajib mengganti kerugian tersebut. Pasal yang mengatur PMH, yakni Pasal 1365 KUH Perdata.
Dengan contoh PMH, diantaranya melanggar kewajiban hukum, melanggar hak subjektif orang lain, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, publik juga sudah bisa menilai sejauh mana terkait PMH tersebut.