JAKARTA | DETAKKita.com — Ketegangan geopolitik dunia kembali memuncak. Aroma konflik terbuka antara Jepang dan China semakin terasa, dan kondisi ini menurut pakar hukum internasional sekaligus ekonom nasional, Prof. DR. KH. Sutan Nasomal, SH, MH, harus menjadi sinyal bahaya bagi Indonesia.
Dalam keterangannya kepada para pemimpin redaksi media nasional dan internasional, yang diterima DETAKKita.com pada Kamis (20/11/2025), Prof Sutan mendesak Presiden RI Prabowo Subianto untuk meningkatkan status pengamanan negara menjadi siaga satu.
“Situasi memanas antara Jepang dan China harus menjadi cermin bagi Presiden Republik Indonesia. Kita harus siap menghadapi segala kemungkinan. Saya mengimbau Pak Prabowo agar segera memerintahkan Panglima TNI, Kapolri, dan Menlu memantau situasi global selama 24 jam nonstop,” tegasnya melalui sambungan telepon dari Markas Pusat Partai Oposisi Merdeka.
Jepang Tarik Warga dari China, China Tarik Warga dari Jepang: Isyarat Ancaman Perang Terbuka
Prof Sutan menjelaskan bahwa langkah Jepang menarik warganya dari China, dan sebaliknya China meminta warganya segera keluar dari Jepang, menandakan eskalasi serius di kawasan Asia Timur.
“Ini bukan lagi isu biasa. Keduanya sudah mempersiapkan situasi seolah perang bisa pecah kapan saja,” ujarnya.
Menurutnya, dukungan militer Rusia dan Korea Utara terhadap China, serta pengalaman tempur Jepang dan kemajuan teknologinya, membuat ketegangan ini sangat berpotensi berubah menjadi konflik besar.
Kekuatan China Lebih Unggul, Tapi Jepang Punya Pengalaman dan Teknologi Perang
Prof Sutan menilai kekuatan militer China saat ini berada di atas Jepang, ditambah dukungan dari negara-negara sekutu.
Namun, ia mengingatkan bahwa Jepang bukan pihak yang bisa diremehkan.
“Jepang pernah mengalahkan China di Perang Dunia II. Mereka punya pengalaman panjang, dan teknologi militernya saat ini sangat maju. Meski tidak memiliki senjata nuklir, kemampuan militernya tetap layak diperhitungkan,” jelasnya.
Ancaman Terburuk: Potensi Perang Nuklir 2026
Mengutip prediksi berbagai pakar strategi global, Prof Sutan menilai risiko perang nuklir kini lebih terbuka daripada sebelumnya.
“Perang di Timur Tengah, Rusia–Ukraina, hingga memanasnya Jepang–China, semua sudah menguras stok alutsista dunia. Jika pecah perang baru, penggunaan nuklir bukan hal mustahil,” katanya.
Ia juga menyebut Amerika dan Rusia sebagai dua negara pemilik hulu ledak nuklir terbesar, dan keterlibatan keduanya di Asia dipastikan akan memperlebar konflik.
Indonesia Berpotensi Jadi “Terminal Perang Dunia”
Dalam analisisnya, Prof Sutan menyebutkan bahwa letak geografis Indonesia membuat Nusantara sangat mungkin menjadi jalur lalu lintas militer internasional jika konflik Jepang–China meledak.
“Samudra Indonesia bisa berubah menjadi terminal kapal selam dan kapal induk dunia. Pulau-pulau Indonesia bisa dijadikan lokasi logistik, lapangan terbang, atau titik mobilisasi,” jelasnya.
Ia menambahkan, meski peperangan mungkin terjadi di kawasan Asia Timur, namun durasi konflik justru berpotensi berlangsung lebih lama di perairan Indonesia.
Taiwan, “Palestina Baru” Asia Timur
Prof Sutan juga menyinggung Taiwan sebagai titik kritis terbaru yang rawan menjadi arena adu senjata kekuatan besar.
“Taiwan bisa mengalami nasib seperti Palestina—dijadikan objek adu kekuatan militer Timur dan Barat. Ini bukan skenario fiksi, tapi kemungkinan yang harus diantisipasi,” ungkapnya.
Indonesia Harus Bergerak Cepat
Di akhir pernyataannya, Prof Sutan menyerukan langkah taktis bagi pemerintahan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.
“Kekuatan militer Indonesia harus dipersiapkan. Kita harus mengamankan negara sebelum situasi global mencapai titik terburuk,” tegasnya.






