TELUK KUANTAN | DETAKKita.com — Kasus pembunuhan berencana yang menewaskan seorang guru, Juniwati, akhirnya diputus Pengadilan Negeri Teluk Kuantan. Majelis Hakim yang diketuai Subiar Teguh Wijaya menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada terdakwa Elvis Ardi, Rabu (19/11/2025).
Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang sebelumnya meminta 17 tahun penjara. Namun majelis menegaskan bahwa unsur pembunuhan berencana terpenuhi.
“Dari rangkaian peristiwa, terdakwa telah menyiapkan alat dan menunggu momentum. Itu menunjukkan adanya perencanaan,” tegas Hakim Ketua Subiar Teguh Wijaya dalam persidangan.
JPU juga menyampaikan respons singkat. “Kami menghormati putusan majelis, tetapi tetap mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya,” ujar jaksa usai sidang.
Awal Pertikaian Berujung Aksi Keji
Berdasarkan fakta yang terungkap, Elvis meminta istrinya mengizinkan sertifikat rumah digadaikan. Permintaan itu ditolak. Ia kembali mendesak korban memakai cadar setiap keluar rumah, namun korban keberatan karena berprofesi sebagai guru.
“Korban menolak karena itu akan mengganggu aktivitasnya sebagai pendidik,” ungkap Jaksa di ruang sidang.
Penolakan tersebut memicu emosi Elvis. Ia menyiapkan sebilah parang di kamar. Saat korban masuk, Elvis langsung menyerang dengan mengarahkan parang ke leher kanan korban hingga terjatuh bersimbah darah. Setelah memastikan korban tidak bergerak, Elvis mencuci parang dan celananya lalu menutup luka korban dengan kain sarung.
Melarikan Diri, Bersembunyi Dua Hari di Hutan
Setelah aksi pembunuhan, Elvis melarikan diri di tengah hujan lebat menggunakan sepeda motor menuju Pekanbaru. Motor yang dikendarainya mogok ketika hendak mengambil uang di ATM, membuatnya memilih berjalan kaki dan masuk ke hutan Muara Lembu.
“Kami melakukan penyisiran selama beberapa jam dan menemukan terdakwa dalam kondisi lemah dan ketakutan. Ia ditangkap tanpa perlawanan,” ujar salah satu anggota Tim Opsnal Sat Reskrim Polres Kuansing.
Dugaan Gangguan Jiwa Tak Terbukti
Persidangan juga menyinggung riwayat kesehatan mental terdakwa. Elvis pernah dirawat dan sempat didiagnosis skizofrenia, namun berhenti minum obat karena merasa lemas.
Psikiater RSJ Tampan Pekanbaru, dr. Andreas Xaverio Bangun, Sp.KJ, memberikan kesaksian penting. “Selama observasi delapan hari, tidak kami temukan tanda-tanda psikotik. Terdakwa memahami situasi, dapat berkomunikasi baik, dan mampu menilai perbuatannya,” jelasnya di hadapan majelis.
Hakim: Terdakwa Mampu Bertanggung Jawab
Majelis menyatakan terdakwa tetap dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Hakim juga menyoroti perilaku emosional Elvis selama dalam tahanan.
“Terdakwa kerap menunjukkan emosi tidak stabil yang mengganggu kenyamanan tahanan lain. Oleh karena itu, pemeriksaan dan pendampingan kesehatan mental sangat diperlukan,” tutur Subiar.
Majelis memerintahkan pihak Lapas untuk:
• memberikan pengobatan dan pendampingan kesehatan mental sesuai standar,
• menempatkan terdakwa dalam ruang khusus yang tetap humanis,
• melibatkan psikiater dan psikolog dalam pemantauan rutin,
• memastikan akses terdakwa pada program rehabilitasi mental.
Masih Pikir-Pikir Ajukan Banding
Baik pihak terdakwa maupun jaksa menyatakan masih pikir-pikir. “Kami akan mempelajari putusan ini dalam waktu yang diberikan undang-undang,” kata penasihat hukum Elvis.
Jaksa juga menyampaikan hal serupa. “Kami pikir-pikir dulu,” tutupnya.






