Scroll untuk baca artikel
Adat dan BudayaEkbisInfografisKabupaten Kuantan SingingiPariwisataProvinsi RiauSejarahSosialitaSosokSuara Kita

Jejak Sejarah Baserah: Negeri Tua yang Sudah Berdiri Sebelum Belanda Menjejak Kuansing

×

Jejak Sejarah Baserah: Negeri Tua yang Sudah Berdiri Sebelum Belanda Menjejak Kuansing

Sebarkan artikel ini

PEKANBARU | DETAKKita.com — Jauh sebelum derap sepatu tentara kolonial Belanda menguasai wilayah Kuantan Singingi pada awal abad ke-20, telah berdiri sebuah nagari tua yang menjadi pusat peradaban dan kekuasaan adat di sepanjang aliran Batang Kuantan: Baserah.

Baserah bukan sekadar nama kampung biasa. Ia adalah simbol kejayaan dan pusat kekuasaan Raja Kuantan di masa silam. Letaknya yang strategis dan kekayaannya dalam struktur sosial dan budaya menjadikan Baserah sebagai sentral aktivitas pemerintahan adat sebelum kekuasaan kolonial memaksakan sistemnya ke wilayah ini.

Perjanjian Pendek: Titik Balik Kuasa Asing

Masuknya Belanda ke Kuansing tidak terjadi begitu saja. Tahun 1905 menjadi tonggak penting dengan ditandatanganinya apa yang dikenal dalam sejarah sebagai Verte Kloring atau Perjanjian Pendek. Dokumen ini ditandatangani oleh Raja Hasan, penguasa Kuantan kala itu, yang bertindak atas nama “Ughang Godang se Rantau Kuantan”. Dengan berat hati, para ninik mamak dan tokoh adat menyerahkan kedaulatan tanah mereka kepada kekuasaan kolonial—sebuah konsekuensi dari kekalahan pahit dalam Perang Manggis di kawasan Pintu Gobang, Kari.

“Perang Manggis adalah perlawanan terakhir yang menguras tenaga dan darah masyarakat adat,” ungkap seorang Tokoh Muda Adat Baserah, Rudi Hartono “Setelahnya, negeri-negeri di wilayah Kuantan tidak punya pilihan selain tunduk pada kesepakatan yang dipaksakan itu,” ia mempertegas, ketika berbincang-bincang dengan DETAKKita.com di Pekanbaru, Minggu (3/8/2025).

 

Baserah: Pusat Pemerintahan yang Terpinggirkan

Sebelum perjanjian itu, Baserah berkembang pesat sebagai pusat pemerintahan tradisional. Di sinilah Raja Kuantan bermukim, membangun pengaruhnya, serta menjalankan hukum adat yang berurat-akar dalam kehidupan masyarakat. Namun kehadiran Belanda mengubah semua itu.

Kebijakan kolonial secara sistematis meminggirkan posisi raja. Belanda tahu bahwa selama raja dan struktur adat tetap dekat dengan rakyat, maka pengaruh mereka tidak akan maksimal. Maka dimulailah upaya menjauhkan Raja Kuantan dari masyarakat, menggantikan otoritas adat dengan struktur birokrasi kolonial.

Salah satu siasat mereka adalah memberdayakan para pemimpin adat untuk memungut Balesting—pajak yang mencekik rakyat. Ini menempatkan para Ughang Godang dalam dilema besar: antara kesetiaan pada rakyat dan tekanan kekuasaan kolonial.

Teluk Kuantan Naik Tahta Sebagai Pusat Administrasi

Langkah berikutnya yang diambil Belanda adalah mendirikan kantor Asisten Residen di Teluk Kuantan. Pemilihan Teluk Kuantan bukan tanpa alasan. Lokasinya yang strategis membuatnya lebih mudah dijangkau dari Sumatera Barat (Sumbar), Pekanbaru, hingga Rengat. Maka berangsur, pusat administratif Kuansing bergeser dari Baserah ke Teluk Kuantan.

Baserah yang dulunya bersinar kini perlahan meredup dalam struktur pemerintahan kolonial. Kuansing pun resmi menjadi bagian dari Keresidenan Riau yang berkedudukan di Tanjungpinang.

Mengingat, Menyadari, dan Menghidupkan Sejarah

Jejak sejarah ini masih dapat ditelusuri melalui peninggalan budaya, kisah lisan masyarakat adat, dan berbagai dokumen sejarah. Salah satunya adalah buku Sejarah Riau terbitan tahun 1971, dieditori Mukhtar Lutfie dan kolega, yang memuat kisah-kisah penting tentang peran masyarakat adat Kuantan Singingi dalam sejarah Riau secara luas.

Kini, ketika modernitas terus bergerak, penting bagi generasi muda Kuansing untuk menyelami kembali akar sejarah mereka. Sebab dari sanalah identitas dan arah masa depan bisa dipijakkan.

Baserah, sebagai salah satu negeri tua di Rantau Kuantan dan juga tempat awal jalur berpacu, saat ini sangat perlu mengusulkan Museum Pacu Jalur dan Pusat Studi Budaya Sungai serta Sejarah Pacu Jalur di negeri Kuantan, agar generasi mendatang memahami bahwa setiap kayuhan di atas jalur, adalah kayuhan sejarah yang panjang.

Untuk itu, diharapkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuantan Singingi (Kuansing) dibawah kepemimpinan Bupati H. Suhardiman Amby serta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dibawah kepemimpinan Gubernur H. Abdul Wahid diharapkan bisa memberikan cerminan jati diri asal usul Pacu Jalur dari negeri bernama Baserah.

Begitu juga dengan organisasi kedaerahan yang ada, baik itu Ikatan Keluarga Besar Baserah (IKBB) maupun Ikatan Keluarga Kuantan Singingi (IKKS) turut serta hendaknya peduli dengan warisan budaya yang telah terawat dari abad ke-17 hingga saat ini di Baserah.

Rangkuman Gabungan Tim Redaksi DETAKKita.com

Pekanbaru, Riau – Minggu, 3 Agustus 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *