Scroll untuk baca artikel
HukrimKabupaten Kuantan SingingiProvinsi RiauSuara Kita

Diduga APH Tutup Mata dan Tidak Serius Tangani Aktivitas Tambang Ilegal, Lawan Instruksi Kapolda Riau: “Kuansing Zero PETI”

×

Diduga APH Tutup Mata dan Tidak Serius Tangani Aktivitas Tambang Ilegal, Lawan Instruksi Kapolda Riau: “Kuansing Zero PETI”

Sebarkan artikel ini
Foto: Aktivitas tambang emas ilegal (PETI) di aliran Sungai Batang Kuantan, Kecamatan Inuman, Sabtu (26/7/2025). Sejumlah dompeng terlihat aktif meski larangan resmi diberlakukan. (Dok. Lapangan / DETAKKita.com)

INUMAN | DETAKKita.com — Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di aliran Sungai Batang Kuantan, khususnya di wilayah Kecamatan Inuman yang masuk dalam wilayah hukum Polsek Cerenti, Jajaran Polres Kuantan Singingi (Kuansing), terus menjadi sorotan publik. Meski sudah ada instruksi tegas dari Kapolda Riau terkait program “Kuansing Zero PETI”, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa aktivitas ilegal ini masih berlangsung nyaris tanpa hambatan berarti.

Pelanggaran Terang-Terangan di Depan Penegak Hukum

Menurut pantauan dan keterangan warga setempat yang meminta identitasnya dirahasiakan, pada Minggu (27/7/2025) terdata sekitar 30 unit rakit dompeng—alat yang digunakan dalam aktivitas PETI—tengah menghentikan operasionalnya, sementara sekitar 20 unit lainnya masih aktif beroperasi di lokasi. “Sebagian memang sudah mulai dibongkar, tapi sisanya tetap bekerja. Air sungai naik, tapi kemarin kerja mereka lancar dan hasilnya banyak,” ujar salah seorang warga Kecamatan Inuman.

Fakta ini mengindikasikan bahwa aktivitas PETI belum benar-benar diberantas. Penutupan sebagian rakit pun diduga hanya bersifat sementara dan tak menyentuh akar masalah. Indikasi lemahnya komitmen aparat penegak hukum (APH) dalam menegakkan hukum pun kian mencuat.

Razia yang Dinilai Hanya Formalitas

Lebih memprihatinkan, menurut warga yang sama, tindakan razia yang dilakukan oleh aparat kepolisian di wilayah tersebut dinilai tidak efektif. “Polisi cuma datang, lalu membakar asbuknya (karpet penyaring atau pemisah emas) saja. Mesin dompeng dibiarkan utuh, tidak disita, pelakunya pun tak ditangkap. Kalau begitu, namanya bukan razia serius. Hanya formalitas, sekadar menggugurkan kewajiban saja,” tegasnya.

Hal ini jelas bertolak belakang dengan instruksi tegas dari Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan yang beberapa waktu lalu mencanangkan gerakan “Zero PETI” di wilayah Kuansing. Instruksi tersebut seharusnya diiringi dengan tindakan konkret di lapangan, termasuk penangkapan pelaku, penyitaan alat yang digunakan untuk aktivitas, dan penegakan hukum yang konsisten serta menyentuh aktor intelektual di balik praktik tambang ilegal.

Dampak Kerusakan Lingkungan yang Semakin Parah

Selain aspek hukum, aktivitas PETI juga telah menimbulkan kerusakan ekologis yang mengkhawatirkan. Sungai Batang Kuantan yang menjadi sumber air utama masyarakat dan habitat berbagai jenis ikan lokal kini tercemar oleh limbah merkuri dan endapan lumpur. Naiknya debit air yang disebutkan warga tidak hanya disebabkan oleh faktor cuaca, tapi juga oleh rusaknya struktur dasar sungai akibat pengerukan liar.

Jika tidak segera dihentikan, aktivitas tambang ilegal ini berpotensi memicu bencana ekologis lebih luas, seperti banjir bandang, pencemaran air tanah, dan hilangnya mata pencaharian masyarakat lokal yang menggantungkan hidup pada sektor perikanan dan pertanian.

Pertanyaan untuk Kapolres dan Polda Riau

Dengan data di lapangan yang memperlihatkan masih maraknya aktivitas PETI di bawah pengawasan Polsek Cerenti, publik patut mempertanyakan sejauh mana keseriusan Polres Kuansing dalam mengimplementasikan perintah Kapolda. Apakah ada pembiaran? Ataukah bahkan ada dugaan keterlibatan oknum aparat dalam melindungi aktivitas ilegal tersebut?

Penting bagi institusi kepolisian, khususnya Polres Kuansing dan Polda Riau, untuk membuka ruang transparansi atas upaya penindakan yang telah dan sedang dilakukan. Penegakan hukum tidak cukup hanya dengan retorika atau pencitraan, melainkan harus menyentuh fakta-fakta di lapangan yang jelas terlihat oleh masyarakat.

Kesimpulan dan Seruan

Ulasan ini menegaskan bahwa masih terdapat ketimpangan besar antara instruksi pimpinan dan pelaksanaan di lapangan. Diperlukan tindakan cepat, terukur, dan menyeluruh dari pihak berwenang untuk mengakhiri praktik PETI di Kuansing. Hal ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga menyangkut kelangsungan lingkungan dan masa depan masyarakat lokal.

Sudah saatnya aparat penegak hukum memperlihatkan integritas dan keberpihakan sejati terhadap kepentingan rakyat dan lingkungan, bukan terhadap kepentingan ekonomi jangka pendek yang merusak masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *