TELUK KUANTAN | DETAKKita.com — Jika seorang anggota bahkan Ketua BPD yang tidak berdomisili di desa yang seharusnya sesuai Surat Keputusan (SK) terhadap jabatannya, sangat bisa dilakukan Penggantian Antar Waktu (PAW).
Dimana Badan Permusyawaratan Desa atau BPD wajib berdomisili didesa bersangkutan, sebagaimana tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) jabatannya ketika dilakukan pengambilan sumpah saat dilantik.
Hal itu termaktub dalam Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 Sudah Sangat Jelas. Untuk Syarat menjadi BPD pada Pasal 13 Poin h nya dan Pemberhentian Anggota BPD pada Pasal 19 Poin j nya juga sudah sangat jelas.
Demikian disampaikan Wakil Ketua (Waka) II Persatuan Anggota Badan Permusyawaratan Desa Seluruh Indonesia (PABPDSI) Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Agus Salim terkait regulasi yang mengatur tentang pengangkatan dan pemberhentian seorang BPD, menanggapi maraknya BPD yang tidak berdomisili di desa tempatnya sebagaimana seharusnya alias berdomisili diluar desa tersebut, Sabtu (08/03/2025).
“Jangan kan tinggal di luar desa, tinggal di luar wilayah pemilihan saja sudah harus diberhentikan. Cuma aturan itu hanya tertulis indah dan rapi diatas kertas tak pernah dilaksanakan eksekusi nya,” sebut Agus Salim, kepada DETAKKita.com di Sentajo Raya Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau.
Jadi, sambung Agus Salim, kalau memang ingin menegakan aturan itu tinggal merujuk dengan regulasi yang ada. Karena pemberhentian terhadap seorang BPD ini, tentunya harus dilakukan pengajuan oleh Ketua BPD atau Sekretaris BPD, dan juga Kepada Desa (Kades) setempat.
“Jika ini terjadi, seorang Camat harus memberikan peringatan dan pembinaan terhadap BPD tersebut. Camat cq Kasi Pemerintahan Kecamatan dalam hal ini harus melakukan pendataan, memanggil yang bersangkutan serta apabila semua ini terpenuhi saya yakin Bupati sebagai Kepala Daerah juga tidak akan segan segan untuk melakukan eksekusi alias memberikan PAW terhadap BPD yang tidak sesuai dengan regulasi yang ada,” tegasnya.
Dan seorang Ketua Forum BPD Kecamatan, lanjutnya, wajib membantu memfasilitasi terjadinya hal ini. Karena, hal ini sudah tidak sesuai dengan tiga fungsi BPD sebagaimana seharusnya. Tiga fungsi Badan Permusyawaratan Desa atau BPD, adalah Legislasi, Perwakilan, dan Pengawasan.
“Ketiga fungsi tersebut, yakni Legislasi: BPD membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa (Perdes) bersama kepala desa. Perwakilan: BPD menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa. Pengawasan: BPD melakukan pengawasan kinerja kepala desa. BPD juga bertugas untuk melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jika tidak berdomisili di desa tersebut, bagaimana seorang BPD itu bisa menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Maka seharusnya dan wajib dilakukan PAW terhadap yang bersangkutan,” bebernya menjelaskan.
“Sekarang kembali kita merujuk ke regulasi yang ada. Apakah regulasi ini hanya untuk dibaca saja tapi tak pernah diterapkan? Kita berharap aturan itu memang harus tegak lurus dan tak pandang bulu, mau bulu Domba atau bulu yang lainya, aturan itu harus diterapkan,” tegasnya.
Jika terjadi diduga adanya tindakan nepotisme, kata Agus Salim, sehingga Ketua BPD, Wakil Ketua, atau Sekretaris BPD tidak melaporkan dan tidak melakukan pengajuan untuk PAW seorang anggota BPD tersebut, Kepala Desa atau Kades bisa mengambil alih sebagai kebijakan.
“Kadesnya bisa mengambil kebijakan berdasarkan pasal 20 ayat 2, walaupun tidak ada usulan dari Ketua BPD tetapi secara kenyataannya yang bersangkutan tidak lagi berdomisili di desa dimana dia diusulkan jadi anggota BPD. Walaupun secara administrasi dia masih penduduk setempat berdasarkan KTP dan KK nya,” tegasnya.
“Study kasus di Sentajo Raya beberapa waktu lalu, anggota BPD diberhentikan terjadi di Desa Jalur Patah, karena tidak lagi domisili di desa bersangkutan, meskipun KTP dan KK nya masih di desa tersebut. Diberhentikan karena meninggal dunia di Desa Marsawa. Mengundurkan diri karena yang bersangkutan diangkat jadi Pj Kades Geringging Jaya. Semuanya diusulkan oleh Ketua bersama Kades ke Bupati melalui Camatnya. Ini harusnya menjadi pedoman study kasus yang jelas dan terjadi di Kabupaten Kuantan Singingi, jika tidak memahami tentang regulasi tersebut,” tutupnya.