TELUK KUANTAN | DETAKKita.com — Sorak kemenangan menggema di udara Teluk Kuantan, Ahad malam (12/10/2025). Di antara riuh tepuk tangan dan gemerlap lampu panggung utama di Eks PT. Ludin, sekelompok pria dengan wajah lelah namun penuh bangga berdiri di atas panggung—mereka adalah para pejuang sungai dari Jalur Alam Cahayo Tuah Nagoghi, Desa Sikakak, Kecamatan Cerenti.
Malam ini menjadi milik mereka. Dengan tangan gemetar karena haru, mereka menerima Piala Bergilir Gubernur Riau dan hadiah Rp100 juta dari Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), H. Suhardiman Amby. Kemenangan ini bukan sekadar gelar juara; ia adalah kisah panjang tentang kerja keras, kebersamaan, dan cinta terhadap tradisi yang berakar di tanah jalur—Kuansing.
“Selamat kepada Jalur Alam Cahayo Tuah Nagoghi yang malam ini berhasil meraih Juara I. Ini bukan hanya kemenangan bagi tim, tetapi kemenangan untuk seluruh masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi,” ujar Bupati Suhardiman Amby dengan suara bergetar, disambut sorakan ribuan warga yang memenuhi area acara.
Di balik kemenangan megah ini, tersimpan kisah perjuangan yang tak kalah menyentuh. Selama berminggu-minggu, para anak pacu berlatih di bawah terik matahari dan deras arus sungai. Mereka bukan atlet profesional, melainkan petani, buruh, dan nelayan yang menghidupkan semangat juang di setiap kayuhan.
“Semangat gotong royong, persaudaraan, dan sportivitas yang ditunjukkan selama pacu jalur adalah cerminan budaya kita yang luhur,” tambah Bupati Suhardiman, menegaskan makna pacu jalur yang lebih dari sekadar perlombaan.
Senyum bahagia juga tampak dari wajah masyarakat yang memadati area panggung. Anak-anak berlarian membawa bendera kecil, ibu-ibu menatap panggung dengan mata berbinar, dan para pemuda mengabadikan momen dengan ponsel mereka. Malam itu bukan hanya tentang siapa yang menang, tetapi tentang kebanggaan menjadi bagian dari sejarah panjang budaya Kuansing.
Di sisi lain, pemerintah daerah berkomitmen menjadikan Pacu Jalur sebagai ikon budaya nasional yang mampu mendorong ekonomi masyarakat.
“Pacu Jalur bukan sekadar lomba dayung. Ia adalah simbol jati diri orang Kuantan Singingi — semangat kebersamaan yang mengalir di setiap tetes keringat dan hentakan kayuh para anak pacu,” tutur Suhardiman tegas. “Ke depan, kita ingin ajang ini lebih besar, lebih menarik, dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.”
Selain Alam Cahayo Tuah Nagoghi sebagai juara pertama, sepuluh besar jalur terbaik tahun ini juga diumumkan, antara lain Tuah Keramat Bukit Embun (Peranap) di posisi kedua dan Sari Jadi Gemetar Alam (Pulau Beralo) di posisi ketiga.
Malam penyerahan hadiah pun ditutup dengan pesta rakyat. Musik tradisional berpadu dengan sorakan penonton, sementara aroma jagung bakar dan kopi hangat memenuhi udara. Di antara gemerlap lampu dan tawa warga, kebanggaan Kuansing terasa begitu nyata—hangat, tulus, dan menyatukan.
“Terus jaga persatuan, karena hanya dengan kebersamaan kita bisa membawa Kuansing lebih maju, bermarwah, dan bermartabat,” tutup Bupati Suhardiman Amby di tengah lautan manusia yang tak henti bersorak.
Malam itu, di tepian Sungai Kuantan, semangat pacu bukan hanya berkumandang di air—tapi juga bergetar di dada setiap orang yang mencintai tanah bertuah Kuantan Singingi.