MEDAN | DETAKKita.com — Suasana serius namun cair terasa di sebuah ruang diskusi di Kota Medan ketika Pimpinan Wilayah GP Ansor Sumatera Utara (Sumut) menggelar dialog publik membahas penetapan 10 tokoh sebagai Pahlawan Nasional tahun 2025. Ruang itu menjadi tempat berkumpulnya organisasi pemuda, akademisi, serta tokoh masyarakat untuk membedah kebijakan pemerintah yang memancing beragam reaksi publik.
Ansor Sumut Buka Pintu Dialog: “Pendapat Publik Harus Didengarkan”
Sekretaris PW GP Ansor Sumut, Edy Harahap, menegaskan bahwa kegiatan ini sengaja digelar untuk merespons dinamika yang berkembang di masyarakat.
“Di masyarakat ada yang pro dan ada yang kontra. Karena itu GP Ansor Sumut mengundang para narasumber agar kebijakan ini dapat dibahas secara jernih dan komprehensif,” ujarnya, Senin (17/11/2025) kemarin.
Menurut Edy, ruang dialog seperti ini penting agar perbedaan pandangan tidak menjadi sumber kegaduhan, tetapi menjadi bagian dari proses memahami kebijakan secara lebih objektif.
Abdul Kholik: Perbedaan Pandangan Itu Sehat
Dari internal GP Ansor, Abdul Kholik, M.Si., menyebut keberagaman pendapat adalah bagian dari dinamika demokrasi.
“Perbedaan pandangan itu hal biasa. Yang terpenting, kita memahami kebijakan ini secara objektif,” ujarnya menegaskan.
Akademisi: Diskusi Seperti Ini Mulai Langka di Kalangan Pemuda
Akademisi dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Rahman Tahir, M.I.P., menyampaikan apresiasinya karena GP Ansor menyediakan ruang diskusi yang menurutnya semakin jarang ditemui.
“Saya bangga menjadi narasumber. Diskusi seperti ini penting, dan GP Ansor termasuk organisasi pemuda yang responsif terhadap isu-isu kebijakan,” katanya.
Rahman juga menyinggung beragam pandangan masyarakat terhadap salah satu tokoh yang ditetapkan, yakni Jenderal Soeharto. Ia menyebut kontribusi Soeharto di masa pemerintahannya tidak bisa dilepaskan dari dinamika sejarah, sementara penilaian publik terhadapnya tetap beragam.
Tokoh Masyarakat: Jangan Lupakan Kontribusi Pasca Kemerdekaan
Tokoh masyarakat Sumut, Dr. Solahuddin Harahap, MA, menyampaikan bahwa penetapan pahlawan nasional tidak melulu terkait perjuangan masa penjajahan.
“Penetapan pahlawan bukan hanya didasarkan pada perjuangan melawan penjajah, tetapi juga kontribusi dalam menjaga keutuhan negara setelah kemerdekaan,” jelasnya.
Tokoh Pemuda Ingatkan Pemerintah: Jangan Tergesa-gesa
Suara kritis datang dari tokoh pemuda milenial, Harma Saragih, M.Si. Ia mengingatkan bahwa pemerintah perlu sangat berhati-hati dalam menetapkan pahlawan nasional.
“Keputusan ini perlu kehati-hatian. Sejumlah tokoh, termasuk Soeharto, masih menyisakan catatan historis menurut sebagian masyarakat. Jangan sampai keputusan ini dipersepsikan bernuansa politik,” tegasnya.
Dialog yang digelar GP Ansor Sumut ini menjadi ruang penting bagi publik untuk menyampaikan pandangan, sekaligus memastikan bahwa penetapan Pahlawan Nasional tetap berada pada koridor objektivitas dan kepentingan bangsa.






