TELUK KUANTAN | DETAKKita.com — Di tengah kemegahan Festival Pacu Jalur yang telah mendunia, nama seorang pemuda sederhana dari Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau kini semakin diperbincangkan. Dialah Dimas Eka Yuda, konten kreator yang pertama kali memviralkan sosok Dika “Aura Farming” hingga mengantarkan tradisi Pacu Jalur ke panggung nasional bahkan internasional.
Dimas bukan pejabat, bukan pula pesohor. Ia hanya pemuda yang setia dengan kameranya, merekam setiap momen Pacu Jalur lalu membagikannya ke jagat maya. Namun dari tangannya yang sederhana, lahirlah karya yang berdampak luar biasa: jalan diperbaiki, penyelenggaraan festival semakin megah, tamu kehormatan seperti Wakil Presiden hadir, dan pariwisata Kabupaten Kuantan Singingi serta Provinsi Riau bahkan Indonesia semakin bersinar.
Sayangnya, dalam panggung megah penutupan festival, sosok seperti Dimas tak terlihat dipanggil. Tidak ada apresiasi khusus, meski kiprahnya telah menjadi pintu besar bagi Pacu Jalur untuk dikenal dunia.
Tokoh Masyarakat Kuansing di Pekanbaru, Asrin Hamzah, tak kuasa menyembunyikan rasa haru saat berbicara tentang Dimas.
“Saya berdoa untuk Dimas Eka Yuda. Anak ini luar biasa, ia mempersembahkan karyanya bukan untuk popularitas pribadi, tapi untuk kebanggaan budaya daerah. Saya terharu, karena lewat tangannya Pacu Jalur bisa mendunia. Pemerintah daerah maupun pusat seharusnya memberi ruang dan apresiasi kepadanya,” ujar Asrin dengan nada penuh emosional, dalam coretan tulisannya yang diterima DETAKKita.com pada Selasa (26/8/2025).
Ia menambahkan, keberadaan konten kreator seperti Dimas bukan hanya sekadar hiburan media sosial, melainkan aset berharga bangsa.
“Saya berharap Bupati Kuansing, H. Suhardiman Amby, Gubernur Riau, H. Abdul Wahid, bahkan pemerintah pusat memberi ruang yang layak untuk Dimas dan konten kreator lainnya, termasuk media-media yang telah bertungkus lumus dalam mempromosikan. Mereka ini adalah ujung tombak promosi budaya kita di era digital,” tegas Asrin.
Tak hanya tokoh masyarakat, suara apresiasi juga datang dari lingkungan terdekat Dimas. Masdi, tetangganya di Kelurahan Beringin Jaya, Kecamatan Sentajo Raya, mengungkapkan kebanggaan tersendiri.
“Setau saya Dimas ini pemuda Kelurahan Beringin Jaya, Kecamatan Sentajo Raya. Karena dia bertetangga dengan saya. Dari dulu memang anaknya sederhana, tidak banyak bicara, tapi fokus dengan kamera dan karyanya. Saya ikut bangga karena ternyata karyanya bisa mengangkat nama daerah sampai ke dunia,” ungkap Masdi, yang juga merupakan mantan Kepala Desa (Kades) Teluk Pauh, Kecamatan Cerenti itu.
Bagi masyarakat luas, apa yang dilakukan Dimas mungkin hanya sekadar membuat video. Namun bagi Kuantan Singingi, karya itu adalah bukti nyata bagaimana kreativitas anak muda bisa mengangkat marwah daerah.
Di luar itu, Dimas sendiri tetap tampil sederhana. Ia jarang menuntut, bahkan tak berharap panggung apresiasi. Baginya, kamera hanyalah alat, dan Pacu Jalur adalah kisah yang pantas disebarkan ke dunia.
Kini, masyarakat Kuansing berharap ada panggung khusus bagi para pejuang konten, admin media sosial, dan jurnalis yang telah bekerja tanpa pamrih. Sebab dari balik lensa dan karya tulis merekalah, lahir cerita-cerita besar yang membuat tradisi Pacu Jalur tak lagi hanya milik Kuansing, melainkan milik dunia.