PEKANBARU | DETAKKita.com — Marbun, seorang pria yang merupakan bos atau pemilik Peron Sawit di dalam kawasan Taman Nasional Teso Nilo (TNTN) Toro, Kabupaten Pelalawan, Riau diduga selama ini dengan sengaja menguasai puluhan hektare (Ha) lahan di Hutan Kawasan.
Menurut keterangan sumber yang sengaja tidak disebutkan namanya itu, Marbun merupakan raja peron sawit raksasa yang berada di dalam kawasan TNTN atau Toro selama ini, dimana selama ini ia merupakan pemasok terbesar buah kelapa sawit ke wilayah Kabupaten Kuantan Singingi. Salah satunya ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT Gemilang Sawit Lestari (GSL) yang berdiri kokoh di Desa Lebuh Lurus Kecamatan Inuman.
“Marbun itu merupakan pemilik Peron Sawit di Toro yang merupakan berada di dalam kawasan TNTN, buah sawit yang ada di TNTN itu dia yang beli, lalu dibawa ke PT GSL,” ucap sumber yang sengaja tidak disebutkan namanya itu kepada DETAKKita.com di Teluk Kuantan, Kamis (09/01/2025).
“Selain punya peron, dia (Marbun .red) itu juga punya lahan diatas lahan Hutan Kawasan, di dalam kawasan TNTN itu,” bebernya menjelaskan.
Untuk itu, diharapkan kepada pihak Aparat Penegak Hukum (APH) agar segera melakukan penindakan, karena ini sudah pasti melanggar hukum. Dimana jika memiliki lahan perkebunan di dalam hutan kawasan merupakan kejahatan dalam wujud perambahan hutan, yang sudah jelas-jelas melanggar Undang-Undang (UU) yang berlaku di Indonesia.
Untuk itu, Menteri Kehutanan Indonesia Raja Juli Antoni, yang merupakan putra asli Kuantan Singingi Provinsi Riau untuk segera turun gunung melihat kondisi Hutan di kampung halamannya. Dimana hal ini hendaknya agar segera dijadikan sebagai atensi khusus pemerintah pusat dan daerah.
Apapun alasannya, pemilik lahan (menguasai .red) maupun jasa sewa alat untuk melakukan kegiatan perambahan hutan kawasan tersebut, hukumnya sama. Diduga ada kerjasama antara kedua belah pihak sehingga kegiatan tersebut dapat dilaksanakan.
Hingga berita ini diterbitkan DETAKKita.com masih berusaha melakukan upaya konfimasi kepada UPT KPH Sorek DLHK Provinsi Riau dan APH terkait lainnya.
Untuk diketahui pada pasal 78 ayat (3) UU Kehutanan, sebagaimana telah diubah UU Cipta Kerja, menyebut, “Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a (mengerjakan, menggunakan, dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah) dipidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp7,5 miliar”.