MEDAN | DETAKKita.com — Idealnya, seorang wali kota berdiri sebagai nakhoda yang memegang penuh kendali arah pembangunan sebuah kota. Namun narasi itu tampaknya tidak sepenuhnya berlaku di Medan. Ada bayang-bayang panjang yang mengiringi setiap kebijakan, setiap keputusan, dan setiap langkah politik sang wali kota. Bayang-bayang yang tidak tampak di podium, tetapi sangat terasa dalam denyut pemerintahan.
Bayang-bayang itu adalah tengkulak politik—mereka yang memanen keuntungan dari kuasa, bukan dari kinerja. Mereka menentukan harga setiap jabatan, setiap peluang, dan setiap arah kebijakan, layaknya menentukan harga panen lengkuas di ladang rakyat.
Fenomena ini bukan cerita baru. Namun belakangan, wajah-wajah yang dulu bekerja dalam gelap kini mulai tampil terang-terangan, seolah memiliki saham mayoritas di tubuh Pemko Medan. Mereka hadir di setiap bingkai foto, membayang di setiap keputusan strategis, dan menjadi “penafsir tunggal” arah pembangunan kota.
Ketika kebijakan publik harus menunggu restu segelintir orang, maka kebijakan itu bukan lagi alat menyejahterakan warga—melainkan alat transaksi politik.
Kebijakan Cepat untuk Kepentingan Kelompok, Lambat untuk Kepentingan Rakyat
Di Medan, publik dapat melihat bagaimana arah kebijakan bergerak. Proyek-proyek besar yang menguntungkan jaringan bisnis dan kelompok politik tertentu melaju tanpa hambatan. Sementara itu, masalah-masalah mendesak seperti penataan UMKM, regulasi tata ruang, hingga profesionalisme rekrutmen pejabat justru berjalan tersendat.
Struktur birokrasi yang seharusnya berfungsi sebagai benteng pelayanan publik malah menjadi arena perebutan kepentingan.
Sekda Medan Wiriya Alrahman Disorot: Diduga Jadi “Makelar Jabatan”
Di tengah isu tengkulak politik itu, nama Sekretaris Daerah Pemko Medan, Wiriya Alrahman, mencuat sebagai figur yang dianggap paling menonjol dalam praktik “makelar jabatan”. Sikap tamak dan serakah yang ditudingkan kepadanya semakin menjadi perbincangan luas.
Wiriya disebut-sebut mendudukkan orang-orang dekatnya—yang dibawanya dari Kabupaten Deliserdang saat menjabat sebagai Pj Bupati Deliserdang—ke berbagai posisi strategis di Pemko Medan.
Sederet nama yang “diimpor” itu bahkan telah menempati jabatan penting:
• Citra Effendi Capah, asal Deliserdang, kini menjabat Asisten Perekonomian dan Pengembangan Kota Medan, dan belakangan ditunjuk sebagai Plt Kepala Dinas Koperasi UKM Perindag.
• Heriansyah Siregar, mantan Kadis Perkim dan Pertanahan Deliserdang, disebut masuk dalam daftar antrian.
• Imran Doni Fauzi, kini berdinas di BPBD Medan, juga masuk radar.
Jika dugaan ini benar, maka jelas kerugian jatuh pada ASN Kota Medan sendiri—yang sudah bekerja lama, memiliki kompetensi, tetapi kehilangan jenjang karir karena keberadaan “tengkulak jabatan” di lingkaran Pemko.
Seolah-olah ASN Medan tidak punya kualitas, lalu harus digantikan oleh barisan orang-orang impor yang dekat dengan sang Sekda.
Wali Kota Terjebak dalam Bayang-Bayang
Dalam kondisi seperti ini, Wali Kota Medan digambarkan berada dalam dilema klasik: menjalankan amanah rakyat atau melayani mereka yang membantunya berkuasa. Ketika pilihan jatuh pada yang kedua, integritas kepemimpinan pun runtuh.
Tidak heran publik mulai melabeli sang wali kota sebagai “Wali Kota Lengkuas”—gelar yang lahir dari ketidakmampuannya bersikap tegas dan berdiri di atas kaki sendiri.
Padahal Medan butuh pemimpin yang bukan hanya bekerja, tapi juga berani melawan. Berani menolak intervensi yang melemahkan reformasi birokrasi. Berani menegakkan aturan meski berhadapan dengan kelompok kuat. Dan berani membela kepentingan publik, bukan kepentingan politik.
Jika Terus Membiarkan, Medan Kehilangan Arah
Jika wali kota tetap membiarkan dirinya berada dalam bayang-bayang tengkulak politik, maka Medan bukan hanya stagnan—tetapi kehilangan momentum sejarah untuk berbenah.
Kota ini butuh keberpihakan yang jelas: pada rakyat, bukan pada makelar kuasa.
Pada akhirnya, jabatan publik adalah amanah, bukan komoditas dagangan. Pemimpin sejati tahu bahwa berdiri tegak di hadapan rakyat lebih terhormat daripada tunduk di bawah bayang-bayang tengkulak politik.
Medan layak diperjuangkan, bukan diperjualbelikan.
Medan, 21 November 2025
Sintong Sinaga, Komda Sumut-NAD 2024–2026
Ketua Presidium PMKRI Medan 2021–2023






