MEDAN | DETAKKita.com — Bayangan euforia Kejurda Kabaddi Sumatera Utara 2023 kini berubah jadi kekecewaan. Setahun lebih berlalu sejak peluit terakhir dibunyikan, namun honor bagi para wasit dan panitia pelaksana ajang itu masih tak kunjung dibayarkan.
Kejurda yang digelar pada 31 Mei hingga 1 Juni 2023 itu berada di bawah koordinasi Ketua KONI Sumut kala itu, Jhon Ismadi Lubis. Namun, hingga kini belum ada satu pun penjelasan resmi dari pihak Cabor Kabaddi Sumut maupun panitia penyelenggara terkait kejelasan dana honor yang dijanjikan.
Seorang wasit yang bertugas dalam ajang tersebut akhirnya bersuara. Ia mengaku sudah berulang kali menghubungi pihak panitia, namun tak mendapat kepastian apa pun.
“Sudah beberapa kali kami coba hubungi, tapi tidak ada kejelasan. Semua bukti komunikasi masih kami simpan sebagai dokumentasi,” ungkapnya, Rabu (5/11/2025).
Menurutnya, para wasit dan panitia tidak menuntut lebih dari hak yang seharusnya mereka terima.
“Kalau memang dananya belum ada, ya sampaikan saja terbuka. Tapi kalau anggarannya tersedia, kenapa sampai sekarang belum dibayarkan?” ujarnya dengan nada kecewa.
Kabar ini sontak menimbulkan keresahan baru di kalangan insan olahraga, apalagi menjelang Kejurda Kabaddi Sumut 2025 yang dijadwalkan berlangsung di GOR Binjai, 31 Oktober–2 November 2025. Para pemerhati menilai, kasus tunggakan honor tahun lalu harus segera diselesaikan agar tidak mencoreng wajah olahraga Sumut.
Menyoroti hal ini, praktisi hukum Michael P. Manurung, S.H., mendesak pihak penyelenggara untuk membuka tabir persoalan secara terang benderang.
“Apabila benar terjadi keterlambatan atau tidak ada pembayaran tanpa alasan yang sah, maka hal itu bisa dikategorikan sebagai bentuk kelalaian administratif dan pelanggaran tanggung jawab profesional,” tegasnya.
Michael juga menekankan pentingnya prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kegiatan yang menggunakan dana publik.
“Ini bukan sekadar soal uang, tapi soal menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga olahraga. Kegiatan dengan dana publik wajib terbuka, tidak boleh ditutup-tutupi,” katanya menambahkan.
Nada serupa juga disampaikan praktisi hukum Muhardi Nasution, S.H. Ia menilai dugaan pengabaian hak wasit dan panitia berpotensi menyeret pihak terkait ke ranah hukum.
“Jika benar hak mereka tidak diberikan, maka itu bisa masuk kategori pelanggaran hukum, apalagi bila ditemukan unsur penyalahgunaan wewenang,” tegas Muhardi.
Ia pun mengingatkan agar pihak penyelenggara tidak terus berdiam diri.
“Transparansi bukan hanya formalitas — ini kewajiban moral dan hukum bagi siapa pun yang mengelola kegiatan dari anggaran publik,” pungkasnya.
Kini, bola panas berada di tangan panitia Kejurda dan pengurus Cabor Kabaddi Sumut. Publik menunggu jawaban, bukan alasan. Karena di dunia olahraga, sportivitas tak hanya di lapangan — tapi juga dalam urusan amanah dan tanggung jawab.






