- Pemdes Simandolak Kembali Galakan Ratusan Lahan Pertanian Tingkatkan Perekonomian Warga
- Peringatan Dini BMKG Riau: Hujan Akan Turun di 8 Daerah Ini Termasuk Kuansing
- Api Asmara Menjilat Wajah Wanita Cantik
- Warga Bingung, Seminggu Sudah Ditinggalkan OTK Begitu Saja
- Mulai Tahun Ini Satgas BPBD Disiagakan di Kecamatan
- Suhardiman-Muklisin Dilantik 20 Februari 2025, Ini Kata Aam Herbi..!
- Vhaleska ZM Group Juara I Semi Open Turnamen Bola Voli Bupati Cup II Pemuda Sungai Pinang 2024/2025
- Carikan Solusi, BPBD Kuansing Bersama PUPR Tinjau Lokasi Rawan Terjadi Banjir
- Suhardiman dan Muklisin Segera Dilantik Jadi Bupati dan Wabup Kuansing, Kapan?
- BPBD Kuansing Terima Penghargaan KPU Kuansing

Foto: ISTIMEWA.
PEKANBARU — Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif khususnya di Desa Petapahan Kecamatan Gunung Toar Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau.
Dimana pelaksanaan kegiatan ini dalam rangka pengabdian masyarakat yang bertujuan untuk menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif. Kegiatan ini dilaksanakan pada 12 Oktober 2023 yang lalu.
Baca Lainnya :
- Suhardiman Instruksikan OPD Tidak Beri Proyek Kontraktor Tak Peduli Kebudayaan Daerah
- Pemkab Kuansing Lelang Jabatan Inspektur, Empat Kandidat Lulus Administrasi
- Kecamatan Benai Miliki Jalan Lingkar Pengurai Kemacetan
- Putus Sejak 2009, Masyarakat Berharap Jembatan Penghubung Bisa Dibangun Kembali
- Dosen Penjas UIR Pekanbaru Sosialisasikan Koordinasi Mata dan Kaki Passing dan Stopping Atlet
Adapun metode yang digunakan adalah ceramah bervariasi, diskusi dan tanya jawab. Kegiatan ini dipimpin langsung Ketua Tim Pengabdian Dosen Penjas Universitas Islam Riau (UIR) Pekanbaru, yakni Merlina Sari, yang didampingi Dosen Anggota Pengabdian yaitu Akhmad Suyono, dan Novia Nazirun.
Menurut Ketua Tim Pengabdian Dosen Penjas UIR Pekanbaru, khalayak sasaran kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah guru dan orang tua peserta didik di SD Negeri 001 Petapahan Kecamatan Gunung Toar Kabupaten Kuansing, pada Selasa (14/11/2023) di Pekanbaru.
Dikatakan Merlina Sari, yang ingin dilihat dari kegiatan pengabdian masyarakat ini, yakni apakah menambah wawasan khalayak sasaran terkait konsep pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus serta masalah belajar anak berkebutuhan khusus.
“Menumbuhkan kepedulian guru dan orang tua dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, dan bagaimana memberikan gambaran terkait kolaborasi yang dapat dilakukan guru dan orang tua dalam pemberian layanan kepada anak berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif,” kata Merlina Sari.
Dimana pendidikan inklusi bukan sekadar metode atau pendekatan pendidikan, sambung Merlina, melainkan suatu bentuk implementasi filosofi yang mengakui kebhinekaan antarmanusia yang mengemban misi tunggal untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik.
“Tujuan pendidikan inklusif adalah untuk menyatukan hak semua orang tanpa terkecuali dalam memperoleh pendidikan. Didalam individu berkelainan pastilah dapat ditemukan keunggulan keunggulan tertentu, sebaliknya didalam setiap individu individu pasti terdapat juga hambatan hambatan tertentu, karena tidak ada makhluk yang diciptakan sempurna,” ucapnya.
Hal ini kata Merlina, diwujudkan dalam sistem pendidikan inklusi yang memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antarsiswa yang beragam sehingga mendorong sikap yang penuh toleransi dan saling menghargai.
“Untuk memahami lebih lanjut anak berkebutuhan khusus dalam konteks pendidikan maka pengenalan mengenai anak berkebutuhan khusus sangat diperlukan. Pengertian anak berkebutuhan khusus berkembang sejalan dengan kesadaran dan kemajuan peradaban kita, dimana anak berkebutuhan khusus yang dulunya disebut sebagai anak cacat,” bebernya.
Menurut Purwanta, kata Merlina, anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang menyulitkan guru dalam upaya menemu kenali jenis dan pemberian layanan pendidikan yang sesuai.
“Untuk kelas kelas rendah atau di Sekolah Dasar (SD), adanya anak anak yang termasuk anak berkebutuhan khusus sangat mungkin kita temukan disana. Namun keberadaan anak ini biasanya belum begitu dikenali oleh guru pengampunya. Hal ini terjadi karena guru belum memiliki wawasan mengenai anak berkebutuhan khusus,” ujarnya.
Guru di Sekolah Dasar, sambung Merlina, kebanyakan baru mengetahui mengenai anak tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa, autisme saja karena relatif mudah dikenali dan dideteksi. Biasanya yang lain belum begitu banyak dikenali sehingga sangat mungkin memberikan perlakuan yang salah.
“Bagi yang telah terbiasa bergelut atau menangani anak berkebutuhan khusus tentu telah banyak memiliki wawasan dan kemampuan mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus. Hal ini, tentu sangat berbeda dengan mereka yang belum terbiasa atau bukan bidangnya sehingga banyak memiliki keterbatasan pengetahuan dan keterampilan dalam memahami anak berkebutuhan khusus,” kata Merlina.
“Untuk mengidentifikasi apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan, perlu terlebih dahulu dirumuskan pengertian anak kebutuhan khusus, dengan ciri ciri atau karakteristik, kemudian dirumuskan kaitannya dengan identifikasi anak berkebutuhan khusus ini. Dalam direktorat PSLB, 2006,” tutupnya.*
Editor : Redaksi
